Senin, 25 Januari 2010

KONSEP PENDAMPINGAN DESA SIAGA

Konsep Pendampingan Desa Siaga

1. Pengertian
Pendampingan.
Pendampingan
merupakan suatu aktivitas
yang dilakukan dan dapat
bermakna pembinaan,
pengajaran, pengarahan dalam
kelompok yang lebih
berkonotasi pada menguasai,
mengendalikan, dan
mengontrol. Kata
pendampingan lebih bermakna
pada kebersamaan,
kesejajaran, samping
menyamping, dan karenanya
kedudukan antara keduanya
(pendamping dan yang
didampingi) sederajat,
sehingga tidak ada dikotomi
antara atasan dan bawahan.
Hal ini membawa implikasi
bahwa peran pendamping
hanya sebatas pada
memberikan alternatif, saran,
dan bantuan konsultatif dan
tidak pada pengambilan
keputusan (BPKB Jawa Timur,
2001:5).
Pendampingan berarti
bantuan dari pihak luar, baik
perorangan mau kelompok
untuk menambahkan
kesadaran dalam rangka
pemenuhan kebutuhan dan
pemecahan permasalahan
kelompok. Pendampingan
diupayakan untuk
menumbuhkan keberdayaan
dan keswadayaan agar
masyarakat yang didampingi
dapat hidup secara mandiri.
Jadi pendampingan
merupakan kegiatan untuk
membantu individu maupun
kelompok yang berangkat dari
kebutuhan dan kemampuan
kelompok yang didampingi
dengan mengembangkan
proses interaksi dan
komunikasi dari, oleh, dan
untuk anggota kelompok serta
mengembangkan
kesetiakawanan dan solidaritas
kelompok dalam rangka
tumbuhnya kesadaran sebagai
manusia yang utuh, sehingga
dapat berperan dalam
kehidupan masyarakat sesuai
dengan kemampuan yang
dimiliki.
2. Peran Pendamping
Kelompok perlu
didampingi karena mereka
merasa tidak mampu
mengatasi permasalahan
secara sendirian dan
pendamping adalah
mendampingi kelompok.
Dikatakan mendampingi karena
yang melakukan kegiatan
pemecahan masalah itu bukan
pendamping. Pendamping
hanya berperan untuk
memfasilitasi bagaimana
memecahkan masalah secara
bersama-sama dengan
masayarakat, mulai dari tahap
mengidentifikasi
permasalahan, mencari
alternatif pemecahan masalah,
sampai pada implementasinya.
Dalam upaya pemecahan
masalah, peran pendamping
hanya sebatas pada
memberikan alternatif-
alternatif yang dapat
diimplementasikan. Dan
kelompok pendampingan
dapat memilih alternatif mana
yang sesuai untuk diambil.
Pendamping perannya hanya
sebatas memberikan
pencerahan berfiki berdasarkan
hubungan sebab akibat yang
logis, artinya kelompok
pendampingan disadarkan
bahwa setiap alternatif yang
diambil senantiasa ada
konsekuensinya. Diharapkan
konsekwensi tersebut bersifat
positip terhadap kelompoknya.
Dalam rangka
pendampingan ini, hubungan
yang dibangun oleh
pendamping adalah hubungan
konsultatif dan partisipatif.
Dengan adanya hubungan itu,
maka peran yang dapat
dimainkan oleh pendamping
dalam melaksanakan fungsi
pendampingan adalah:
1. Peran Motivator. Upaya
yang dilakukan
pendamping adalah
menyadarkan dan
mendorong kelompok
untuk mengenali potensi
dan masalah, dan dapat
mengembangkan
potensinya untuk
memecahkan
permasalahan itu.
2. Peran Fasilitator.
Pendamping mempunyai
tanggung jawab untuk
menciptakan,
mengkondisikan iklim
kelompok yang harmonis,
serta memfasilitasi
terjadinya proses saling
belajar dalam kelompok.
3. Peran Katalisator.
pendamping dalam hal ini
dapat melakukan aktivitas
sebagai penghubung
antara kelompok
pendampingan dengan
dengan lembaga di luar
kelompok maupun
lembaga teknis lainnya,
baik lembaga teknis
pelayanan permodalan
maupun pelayanan
keterampilan berusaha
dalam rangka
pengembangan jaringan
(BPKB Jawa Timur, 2001; 8).
Peran-peran pendamping
tersebut hanya akan dapat
dilaksanakan secara maksimal
jika pendamping memahami
kelompok yang didampinginya,
karena itu pendamping
diupayakan dapat hadir di
tengah mereka, hidup bersama
mereka, belajar dari apa yang
mereka miliki, mengajar dari
apa yang mereka ketahui, dan
bekerja sambil belajar.
3. Pendampingan Desa
Siaga
Peran adalah keterlibatan
individu dalam suatu aktifitas.
Keterlibatan ini dapat berupa
keterlibatan langsung maupun
tidak langsung.
Pendamping adalah
petugas yang ditunjuk untuk
memfasilitasi dan melakukan
bimbingan kepada masyarakat
untuk melalui tahapan-tahapan
dalam sebuah program
pembangunan.
Upaya pemberdayaan
masyarakat atau penggerakan
peran aktif masyarakat melalui
proses pembelajaran yang
terorganisasi dengan baik
melalui proses fasilitasi dan
pendampingan.
Kegiatan pendampingan
dan fasilitasi diarahkan pada :
a. Pengidentifikasian
masalah dan sumber daya
b. Diagnosis dan
perumusan pemecahan
masalah
c. Penetapan dan
pelaksanaan pemecahan
d. Pemantauan dan
evaluasi kelestarian
Keberhasilan pelaku
pemberdayaan dalam
memfasilitasi proses
pemberdayaan juga dapat
diwujudkan melalui
peningkatan partisipasi aktif
masyarakat. Fasilitator harus
trampil mengintegrasikan tiga
hal penting yakni optimalisasi
fasilitasi, waktu yang
disediakan, dan optimalisasi
partisipasi masyarakat.
Masyarakat pada saat
menjelang batas waktu harus
diberi kesempatan agar siap
melanjutkan program
pembangunan secara mandiri.
Sebaliknya, fasilitator harus
mulai mengurangi campur
tangan secara perlahan.
Tanamkan kepercayaan pada
masyarakat yang selanjutnya
akan mengelola program.
Berkaitan dengan jangka
waktu keterlibatan fasilitator
(pelaku pemberdayaan) dalam
mengawal proses
pemberdayaan terhadap warga
masyarakat, Sumodiningrat
(2000) menjelaskan bahwa,
pemberdayaan tidak bersifat
selamanya, melainkan sampai
target masyarakat mampu
mandiri, dan kemudian dilepas
untuk mandiri, meskipun dari
jauh tetap dipantau agar tidak
jatuh lagi. Meskipun demikian
dalam rangka menjaga
kemandirian tersebut tetap
dilakukan pemeliharaan
semangat, kondisi, dan
kemampuan secara terus
menerus supaya tidak
mengalami kemunduran.
Sebagai tenaga ahli,
fasilitator sudah pasti dituntut
untuk selalu trampil melakukan
(1) fasilitasi; (2) aktif
menciptakan media konsultasi;
(3) aktif menjadi mediator; (4)
aktif memberikan animasi dan
advokasi; dan (5) trampil
memfasilitasi proses problem
solving (pemecahan masalah).
Persoalan yang diungkapkan
masyarakat saat problem
solving tidak secara otomatis
harus dijawab oleh fasilitator
tetapi bagaimana fasilitator
mendistribusikan dan
mengembalikan persoalan dan
pertanyaan tersebut kepada
semua pihak (peserta atau
masyarakat). Upayakan bahwa
pendapat masyarakatlah yang
mengambil alih keputusan. Hal
yang penting juga untuk
diperhatikan pelaku
pemberdayaan sebagai
fasilitator harus dapat
mengenali tugasnya secara
baik.
Berkaitan dengan tugas
pelaku pemberdayaan sebagai
fasilitator oleh Parsons,
Jorgensen dan Hernandez
(1994) memberikan kerangka
acuan mengenai tugas sebagai
berikut; (1) mendefenisikan
siapa yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan kegiatan,
(2) mendefenisikan tujuan
keterlibatan, (3) mendorong
komunikasi dan relasi, serta
menghargai pengalaman dan
perbedaan-perbedaan, (4)
memfasilitasi keterikatan dan
kualitas sinergi sebuah sistem:
menemukan kesamaan dan
perbedaan, (5) memfasilitasi
pendidikan membangun
pengetahuan dan
keterampilan, (6) memberikan
contoh dan memfasilitasi
pemecahan masalah bersama
mendorong kegiatan kolektif,
(7) mengidentifikasi masalah-
masalah prioritas yang akan
dipecahkan bersama dan
memfasilitasi penetapan
tujuan, (8) merancang solusi-
solusi alternative, (9)
mendorong pelaksanaan tugas,
dan (10) memecahkan konflik/
masalah.
Keberhasilan dalam
pendampingan desa siaga
diindikasikan dengan output
dan outcome desa siaga.
Indikator output desa siaga
meliputi :
a. Cakupan Yankes
Poskesdes
b. Cakupan Pelayanan UKBM
Yang Ada
c. Jml Kasus
Kegawatdaruratan &
Kejadian Luar
d. Biasa (KLB) Yg Dilaporkan/
Diatasi
e. Cakupan Rumah Tangga
Yg Mendapat Kunjungan
Rumah Kadarzi & PHBS
Sedangkan indikator outcome
antara lain :
a. Cakupan Rumah Tangga
Yg Mendapat Kunjungan
Rumah Kadarzi & PHBS
b. Jumlah Yang Menderita
Sakit (Kesakitan Kasar)
c. Jumlah Yang Menderita
Gangguan Jiwa
d. Jumlah Ibu Melahirkan
Yang Meninggal Dunia
e. Jumlah Bayi & Balita Yang
Meninggal Dunia
f. Jumlah Balita Dengan Gizi
Buruk
4. Peran Pendamping Desa
Siaga
Peran pendamping desa
siaga terdiri dari fasilitator,
konsultan, mediator, advokat
dan problem solver. Kelima
peran tersebut dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Fasilitasi
Menurut Healing (2005),
fasilitasi adalah upaya dalam
bentuk penerbitan kebijakan
dan/atau pemberian
bantuan serta kemudahan
untuk mendorong,
memajukan, dan
mengembangkan kegiatan
pemberdayaan masyarakat.
Fasilitasi juga diartikan
sebagai proses sadar,
sepenuh hati dan sekuat
tenaga membantu kelompok
sukses meraih tujuan
terbaiknya dg taat pada
nilai-nilai dasar partisipasi
(PNPM Mandiri, 2008).
b. Konsultasi
Konsultasi menurut Carson
dan Gebber (2001) adalah
sebuah pertemuan atau
konferensi untuk saling
bertukar informasi dan
saran. Konsultasi
didefinisikan oleh Audit
Commission (1999) sebagai
sebuah proses dialog yang
mengarah kepada sebuah
keputusan. Definisi tersebut
menyiratkan empat aspek
dalam konsultasi :
1) Konsultasi adalah
sebuah dialog, di
dalamnya ada aktifitas
berbagi dan bertukar
informasi dalam rangka
untuk memastikan pihak
yang berkonsultasi agar
mengetahui lebih dalam
tentang suatu tema. Oleh
karenanya konsultasi
adalah sesuatu yang
edukatif dan inklusif.
2) Konsultasi adalah
sebuah proses. Konsultasi
adalah sebuah proses
yang iterative dan
berjalan.
3) Konsultasi adalah
sebuah dialog antar
manusia. Konsultasi dapat
melibatkan individu-
individu dalam suatu
komunitas, kelompok
social dan stakeholder,
yang merefleksikan
komposisi dari populasi
dan organisasi dari suatu
area. Oleh karenanya
konsultasi adalah
partispasi.
4) Konsultasi adalah
tentang aksi dan hasil.
Konsultasi harus dapat
memastikan bahwa
pandangan yang
dikonsultasikan
mengarahkan kepada
sebuah pengambilan
keputusan. Oleh
karenanya konsultasi
adalah tentang aksi dan
berorientasi kepada hasil.
Konsultasi bertujuan untuk
memberikan pemahaman
yang lebih mendalam
tentang sebuah tema,
sehingga membantu
pihak yang berkonsultasi
dalam hal-hal berikut
merencakan kegiatannya,
menentukan prioritas,
memperbaiki penggunaan
sumber daya yang
terbatas, memahami
masalah yang
dihadapinya serta
mengatasinya.
c. Mediasi
Sengketa dalam
masyarakat desa sering kali
ditemui dalam pelaksanaan
pemberdayaan masyarakat.
Untuk itu diperlukan proses
mediasi. Proses mediasi
menurut Lewis dan Singer
(2005) adalah sebuah proses
penyelesaian sengketa yang
melibatkan pihak ketiga
yang independen yaitu
mediator yang membantu
para pihak yang sedang
bersengketa untuk mencapai
suatu penyelesaian dalam
bentuk suatu kesepakatan
secara sukarela terhadap
sebagian ataupun seluruh
permasalahan yang
dipersengketakan.
Persyaratan untuk
menjadi mediator antara
lain :
1. Dalam menjalankan
tugasnya, mediator tidak
memihak kepada salah
satu pihak yang
bersengketa.
2. Mediator dalam
melaksanakan tugasnya
bertindak secara bebas
dan mandiri tanpa
pengaruh atau
dipengaruhi oleh pihak
ketiga (penyedia jasa,
fasilitas Mediasi,
organisasi atau lembaga)
yang memiliki tujuan
untuk mempengaruhi
indepedensi mediator.
3. Mediator tidak
diperkenankan untuk
menyampaikan informasi
atau dokumen apapun
yang digunakan selama
mediasi antara mediator
dengan para pihak kepada
siapapun yang bukan
merupakan Para pihak
dalam mediasi.
4. Jika mediator mediator
mengadakan pertemuan
dengan masing–masing
pihak yang bersengketa
secara terpisah, maka
mediator perlu
menyampaikan terlebih
dahulu maksud dan tujuan
diadakannya pertemuan
terpisah tersebut kepada
para pihak.
d. Advokasi
Menurut Adamson dan
Bromley (2008), advokasi
adalah usaha-usaha
terorganisir untuk
membawa perubahan-
perubahan sistematis dalam
kebijakan tertentu, regulasi
atau pelaksanaannya. Dalam
desa siaga, advokasi
diperlukan untuk
menjembatani antara
masyarakat sebagai obyek
program dan pemerintah
sebagai pelaksana program.
Secara umum dapat
dikatakan bahwa advokasi
adalah suatu pendekatan
kepada seseorang atau
badan/ organisasi yang
diduga mempunyai
pengaruh terhadap
keberhasilan suatu program
atau kelancaran pelaksanaan
suatu kegiatan.
Secara operasional,
advokasi adalah kombinasi
antara gerakan perorangan
dan masyarakat yang
dirancang untuk
memperoleh komitmen
politis, dukungan kebijakan,
penerimaaan gagasan, atau
dukungan terhadap sistim,
untuk suatu tujuan atau
program tertentu.
Advokasi dan
komunikasi yang efektif
dapat berhasil bila dapat
mempengaruhi pembuatan
kebijakan dan
implementasinya terhadap
para stakeholder
(stakeholder primer, mitra
(sekunder) , kunci ataupun
lawan). Dengan demikian
identifikasi dan analisis
kepentingan stakeholders
merupakan langkah awal
dalam pelaksanaan advokasi
dan komunikasi. Hasil dari
analisis stakeholder ini
dapat memberikan asupan
untuk teknik yang akan
dipilih dalam memberikan
advokasi dan komunikasi.
Disamping itu pemilihan
bahan yang digunakan
dalam melakukan advokasi
dan komunikasi juga
merupakan hal yang
menentukan keberhasilan
pelaksanaan advokasi dan
komunikasi .
e. Problem Solving
Problem solving adalah
sebuah proses mencari jalan
keluar dari suatu
permasalahan berdasarkan
petunjuk dari seorang
problem solver. Problem
solver adalah orang yang
dipercaya untuk
menyelesaikan
permasalahan
pemberdayaan dalam hal ini
adalah permasalahan yang
ditemui dalam pelaksanaan
desa siaga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentar Anda